Mengenal
Hukum Ekonomi Dunia
Secara
sederhana, hukum ekonomi bisa kita artikan sebagai
ketentuan-ketentuan yang berlaku dalam sistem atau kegiatan ekonomi.Hukum
ekonomi ini biasanya berpusat pada empat kegiatan dasar ekonomi, antara
lain produksi, distribusi, pertukaran, dan konsumsi. Sebagai contoh, permintaan tinggi berdampak pada
harga yang tinggi, merupakan salah satu hukum ekonomi. Atau ketika persebaran
uang dalam jumlah banyak akan berdampak pada penurunan nilai mata uang, juga
termasuk hukum ekonomi.
Hukum Ekonomi Liberal
Gagasar
mengenai hukum ekonomi atau lebih tepatnya ekonomi liberal pertama kali dipopulerkan oleh Adam
Smith dalam karyanya The Wealth of Nation. Gagasan ekonomi liberal yang
paling kuat adalah semboyan “laissez faire laissez passer, le monde va de
lui-meme” yang bisa diartikan “jangan campur tangan, biarkan saja, alam bisa berjalan
sendiri”.
Gagasan
ini digunakan kaum liberal untuk mengatasi campur tangan negara atau
kekuatan-kekuatan lain dalam mempengaruhi ekonomi serta pasar.
Singkat kata, kaum liberal dalam sistem ekonominya tidak menghendaki adanya
campur tangan siapa pun. Mereka mempercayai bahwa dalam ekonomi terdapat kekuatan yang
disebut the invisible hand.
Negara tidak perlu campur tangan ketika
harga kebutuhan pokok di pasar naik, atau ketika pengangguran dalam penduduk
bertambah. Mereka mempercayai bahwa kekuatan yang tidak terlihat itu akan membawa
perekonomian dalam kondisi yang kembali stabil.
Ketika
pengangguran merebak, kekuatan itu akan mengendalikannya dengan menyerap tenaga kerja dengan upah kecil.
Artinya, solusi upah kecil tersebut adalah jalan yang muncul dari kekuatan yang
tidak terlihat itu.
Ekonomi
liberal berhasil menyebarkan pengaruhnya dalam sistemkapitalisme yang sekarang sedang
berjalan. Dengan prinsip semangat persaingan, masyarakat dibawa menuju apa yang
sekarang disebut pasar bebas. Setiap kegiatan ekonomi tidak hanya dapat
dilakukan di wilayah negara masing-masing, tetapi dapat menembus batas-batas
negara.
Begitu
pula pasar bebas ini membuka peluang bagi setiap orang untuk
bekerja di negara mana pun. Persaingan bukan hanya terjadi dalam persaingan
ekonomi semata, tetapi terjadi pula dalam persaingan memperoleh pekerjaan.
Dengan
semangat persaingan tersebut, setiap perusahaan mengefisienkan produksi mereka
agar dapat menghasilkan keuntungan yang berlimpah ruah. Di sinilah, hukum
akumulai kapital (pertambahan modal) menjadi tidak dapat dihindarkan.
Setiap orang atau perusahaan secara terus menerus mengakumulasikan kapital
mereka.
Bisnis dan
usaha tidak dapat lagi dijalankan dalam satu bidang. Mereka harus mengepakan
sayap ke bidang-bidang yang yang lain. Makanya tidak heran, satu perusahaan
memiliki cabang-cabang usaha yang begitu beragam.
Hukum
ekonomi liberal membuka kemungkinan yang sangat besar terhadap kesenjangan sosial. Mereka yang memiliki kekuatan
modal besar dapat menjalankan usahanya hingga pada akhinya melakukan monopoli.
Sementara itu, mereka yang hanya memiliki modal seadanya tergerus oleh derasnya
arus persaingan.
Di sisi
lain, ekonomi liberal menyisakan problem di mana negara berkembang semakin miskin dan negara maju
semakin kaya dengan diluncurkannya program bantuan utang, baik yang dimotori
oleh IMF maupun World Bank.
Hukum Ekonomi Merkantilis
Dari
kondisi tersebut, hukum ekonomi merkantilis melihat bahwa peningkatan jumlah
kekayaan suatu negara bukanlah hasil dari usaha “halal”
yang mereka peroleh. Hukum ekonomi merkantilis melihat bahwa jumlah kekayaan dunia itu tetap dalam perkembangan dan
keadaannya. Oleh karena itu, kekayaan berlebih yang dimiliki suatu negara
merupakan rampasan dari kekayaan negara lain.
Kita
bisa lihat bagaimana kekayaan alam negara seperti Indonesia diambil alih oleh
perusahaan-perusahaan asing di dunia. Negara yang mendukung program
eksplorasi alam semakin bertambah
kekayaannya, sementara negara pemilik kekayaan tersebut masih tetap dalam
kondisi yang miskin. Di sini kita bisa melihat logisnya hukum ekonomi yang
dikemukakan oleh kaum merkantilis.
Dalam
karyanya The End of History and The Last Man, Francis Fukuyama menilai
bahwa abad 20 merupakan kemenangan mutlak yang diperoleh kapitalisme dalam menguasai politik,
sistem ekonomi, serta kekayaan dunia. Mimpi bahwa dunia dipimpin oleh satu
kekuatan ekonomi tampaknya sudah sangat dekat. Kini maupun nanti hanya akan ada dua
golongan dalam hukum ekonomi, mereka yang berkuasa secara mutlak, dan mereka
yang dikuasai secara mutlak pula.
Karena
itulah, banyak orang yang berharap datangnya sistem ekonomi yang lebih adil
dari ekonomi liberal. Yang dapat membawa kemakmuran bagi semua manusia,
serta dapat meningkatkan kemakmuran dan kemajuan bagi negara-negara miskin di
dunia.
Hukum Ekonomi Syariah di
Indonesia
Hukum
ekonomi syariah merupakan bagian dari syariah
atau hukum Islam yang berkembang pesat di berbagai belahan dunia, termasuk di
Indonesia. Hukum ekonomi syariah adalah penyatuan antara hukum ekonomi
konvensional (yang sudah melewati transformasi proses Islamisasi hukum oleh
ahli-ahli ekonomi Islam) dan fiqh mu’amalat konvensional yang memiliki akar panjang
di dalam sejarah Islam. Wajar saja jika hukum ekonomi
syariah masih dianggap hal baru di beberapa negara yang berpenduduk muslim
karena sedikitnya peraturan perundang-undangan negara yang mendukung serta
prektik peradilan.
Pada
umumnya, hukum materil ekonomi syariah di Indoensia baru tersedia berbentuk
fiqh para fuqaha atau fatwa Dewan Syariah Nasional majelis Ulama Indonesia (DSN
MUI) bersifat khusus. Sebagian fatwanya sudah menjadi bagian dari peraturan BI
(Bank Indonesia) lewat upaya positivasi
fatwa.
Untuk
mengisi kekosongan perundang-undangan dalam bidang hukum ekonomi syariah yang
penting bagi penyelesaian sengketa di pengadilan, Mahkamah Agung RI sudah
mengeluarkan PeraturanMahkamah Agung No.02 Tahun 2008
mengenai Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES). Kompilasi Hukum Ekonomi
Syariah (KHES) terdiri atas empat buku, yaitu tentang subek hukum dan amwal,
akad, zakat dan hibah, serta akuntansi syariah.
Baik
pemerintah maupun DPR RI diharapkan memiliki inisiatif di masa yang akan datang
untuk meningkatkan Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES) menjadi Kitab Undang-Undang Ekonomi Syariah lewat
produk perundang-undangan.
Tindakan
lainnya yang harus dilakasanakan di masa yang akan datang terkait hukum ekonomi
syariah yaitu membuat Lembaga Fatwa Negara dengan cara meningkatkan status DSN MUI menjadi Lembaga Fatwa
Negara berlandaskan undang-uindang dan kedudukannya sejajar. Contohnya di
Malayasia dengan adanya kantor Mufti, di mana jika fatwa yang diterbitkan, diumumkan
dalam lembaran negara, fatwa tersebut memiliki kekuatan yang sama dengan
undang-undang.
Di dalam
bidang hukum ekonomi syariah pun sudah lahir perundang-undangan tentang
perbankan syariah dan Surat berharga Syariah Negara yang mengindikasikan
syariat atau hukum Islam sebagai hukum
materiil ekonomi syariah. Sebenarnya, minimnya perundang-undangan dalam bidang
hukum ekonomi syariah tidak menjadi halangan bagi hakim-hakim untuk memutuskan
sengketa tertentu yang diajukan ke pengadilan.
Para
hakim bisa mengembangkan sumber hukum ekonomi syariah yang
berupa fatwa dan peraturan perundang-undangan ekonomi syariah dengan
cara tarjih dari pendapat-pendapat yang sudah ada. Selain itu, dapat
juga dilakukan istinbath dan ijtihad tentunya dengan batas
kemampuan yang dimiliki.
Perkembangan
hukum ekonomi yang bersifat syariah Islam di Indonesia akhir-akhir ini
memperlihatkan syariat atau hukum Islam sebagai hukum yang di terapkan di sini.
Hukum ini didukung oleh masyarakat lewat para pelaku ekonomi, lembaga-lembaga
keuangan, pendidikan, peradilan, keulamaan, dan lain
sebagainya.
Peraturan
perundang-undangan yang masih minim sesungguhnya bukanlah halangan serius bagi
para hakim peradilan agama untuk memutuskan sengketa ekonomi syariah. Hal ini
karena sejak dulu para hakim ini selalu memutuskan sebuah perkara dengan
berpedoman pada syariat Islam sebagai ius constitum bagi dunia Islam.
Dengan adanya hukum ekonomi syariah, setidaknya sebagian besar fiqh mu’amalat
sudah menjadi hukum Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar