Selasa, 03 Januari 2012

Seret Informasi Bisa Picu Remaja Obesitas

Kegemukan atau obesitas saat ini sudah menjadi masalah global pada segala usia, termasuk di Indonesia. Tengok saja, Riset Kesehatan Dasar 2010 menunjukkan 14 persen anak di bawah lima tahun di Tanah Air mengalami obesitas. Tingkat obesitas tertinggi terjadi di Ibu Kota, yakni mencapai 19,6 persen, disusul Sumatera dengan angka 18,3 persen. Riset lain, seperti dilakukan Himpunan Studi Obesitas Indonesia (2004), menyebutkan obesitas pada pria Indonesia mencapai 9,16 persen, sedangkan pada perempuan sekitar 11,2 persen. 

Temuan-temuan itu layak dipelototi. Sebab, tak sekadar tak sedap dilihat, obesitas juga berkelit berkelindan dengan sejumlah penyakit, seperti jantung, diabetes, dan hipertensi.

Menurut dokter Edward E. Tambunan, spesialis ilmu kedokteran olahraga, masalah obesitas pada remaja umumnya berakar dari masa kanak-kanak. Celakanya, acap kali orang tua tak menyadari hal itu. "Banyak orang tua yang punya informasi terbatas soal pola hidup sehat dan menularkan kepada anak-anak mereka," kata Edward, yang dihubungi Jumat lalu saat meninjau kegiatan para atlet SEA Games di Palembang.

Sekadar contoh, masih banyak orang tua yang menjadikan makanan sebagai hadiah atau iming-iming saat anaknya memiliki masalah emosional. Misalnya, saat anak rewel, agar dia mau berhenti, orang tua menjanjikan makanan ini atau itu. Janjinya, antara lain, membawa si anak menikmati junk food, yang aslinya tidak sehat bagi kesehatan. Buntutnya, asupan makanan pada si anak menjadi tidak terkontrol.

Di samping asupan kalori yang semakin besar dan tak terkendali, sebaliknya Edward melihat anak-anak Indonesia makin jarang bergerak. "Pelajaran olahraga sudah tak cukup untuk memenuhi kebutuhan anak-anak kita bergerak," katanya mengingatkan.

Sejatinya, ada banyak cara memutus jerat obesitas. Sayangnya, informasi tersebut kerap kali tak masuk secara benar di benak para remaja. Penelitian yang dilakukan Philadelphia Youth Risk Behavioral Survey, Amerika Serikat, terhadap 44 ribu remaja di sana, yang hasilnya dilansir dua pekan lalu, menunjukkan hal itu. Banyak responden yang mengalami obesitas hanya punya sedikit pemahaman ihwal bagaimana menurunkan berat badan dengan cara yang sehat dengan perhitungan antara kalori dan olahraga.

Tiga dari empat remaja yang obesitas, demikian survei itu menyebutkan, telah berusaha menurunkan berat badan, tapi mereka juga masih merokok. Besar kemungkinan mereka menganggap merokok merupakan salah satu cara menurunkan berat badan. Padahal anggapan serupa itu salah.

Temuan lain, anak perempuan yang mencoba menurunkan berat badan biasanya menghabiskan 60 menit untuk aktivitas fisik, tapi mereka juga mengkonsumsi minuman bersoda. Menurut Clare Lenhart, kandidat doktoral dalam kesehatan masyarakat dari Temple University in Philadelphia, yang terlibat dalam penelitian ini, paduan seperti itu tidak tepat. "Sekaleng soda mengandung cukup banyak kalori yang bisa mengembalikan semua yang telah dihilangkan oleh aktivitas fisik tersebut," katanya.

Di sisi lain, anak lelaki yang ingin menurunkan berat badan umumnya tak suka berolahraga, tapi malah menghabiskan sekitar tiga jam sehari untuk bermain video game. Jelas, cara ini tak akan efektif melawan obesitas. "Banyak remaja tak tahu bagaimana kalori bisa dibakar dengan olahraga," kata Yolandra Hancock, dokter anak di Children's National Medical Center, Washington.

Selain menekankan pentingnya olahraga, ia menyorongkan info hidup sehat dengan pola 5-2-1-0 untuk mengatasi obesitas. Pola ini berarti lima porsi buah dan sayur, dua jam atau kurang untuk menonton televisi atau bermain video game, satu jam aktivitas fisik, dan sesedikit mungkin atau tidak sama sekali menenggak minuman manis

Tidak ada komentar:

Posting Komentar