Selasa, 08 Mei 2012

RLHAN


Ruang Lingkup Hukum Administrasi Negara

Isi dan ruang lingkup Hukum Administarsi Negara menurut Van Vallen Hoven dalam bukunya yang berjudul: Omtrek van het administratiefrecht, memberikan skema tentang hukum administrasi Negara didalam kerangka hukum seluruhnya sebagai berikut :
a. Hukum Tata Negara/Staatsrecht meliputi :
  1. Pemerintah/Bestuur
  2. Peradilan/Rechtopraak
  3. Polisi/Politie
  4. Perundang-undangan/Regeling
b. Hukum Perdata /Burgerlijk
c. Hukum Pidana/Strafrecht
d. Hukum Administarsi Negara/administratief recht yang meliputi :
  1. Hukum Pemerintah / Bestuur recht
  2. Hukum Peradilan yang meliputi :
  • Hukum Acara Pidana
  • Hukum Acara Perdata
  • Hukum Peradilan Administrasi Negara
3. Hukum Kepolisian
4. Hukum Proses Perundang-undangan / Regelaarsrecht.
Pendapat Van Vallen Hoven ini dikenal dengan “Residu Theori”.
Menurut Walther Burckharlt (Swiss), bidang-bidang pokok Hukum Administrasi Negara adalah. :
1. Hukum Kepolisian
Kepolisian dalam arti sebagai alat administrasi Negara yang sifat preventif misalnya pencegahan dalm bidang kesehatan, penyakit flu burung, malaria, pengawasan dalam pembangunan, kebakaran, lalu lintas, lalulintas perdagangan ( Ekspor-Impor).
2. Hukum Kelembagaan, yaitu administrasi wajib mengatur hubungan hukum sesuai dengan tugas penyelenggara kesejahtreaan rakyat missal dalam bidang pendidikan, rumah sakit, tentang lalu lintas ( laut, udara dan darat), Telkom, BUMN, Pos, pemeliharaan fakir miskin, dan sebagainya.
3. Hukum Keuangan, aturan-aturan tentang keuangan Negara, missal pajak, bea cukai, peredaran uang, pembiayaan Negara dan sebagainya.
Prajudi Atmosudirdjo mengatakan bahwa ruang lingkup Hukum Administarsi Negara adalah:
a. Hukum tentang dasar-dasar dan prinsip-prinsip umum daripada Administrasi Negara.
b. Hukum tentang organisasi dari Administrasi Negara.
c. Hukum tentang aktifitas-aktifitas dari Administrasi Negara yang bersifat yuridis.
d. Hukum tentang sarana-sarana dari Administrasi Negara terutama mengenai kepegawaian Negara dan keuangan Negara.
e. Hukum Administrasi Pemerintahan Daerah dan wilayah yang dibagi menjadi :
  • Hukum Administrasi Kepegawaian
  • Hukum Administrasi Keuangan
  • Hukum Administrasi Materiil
  • Hukum Administrasi Perusahaan Negara
f. Hukum tentang Peradilan Administrasi Negara
Kusumadi Pudjosewojo, membagi bidang-bidang pokok yang merupakan lapangan HukumTata Usaha Negara atau Hukum Adminsitrasi Negara, yang diambil dari Undang-undang Dasar Sementara adalah sebagai berikut :
a. Hukum Tata Pemerintahan
b. Hukum Tata Keuangan
c. Hukum Hubungan Luar Negeri
d. Hukum Pertahan Negara dan Keamanan Umum
Golongan yang berpendapat bahwa Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara tidak ada perbedaan prinsip yaitu :
1. Kranenburg
Golongan ini berpendapat bahwa Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara tidak ada perbedaan prinsipil, hanya pada titik berat/focus pembahasan Hukum Tata Negara fokusnya adalah hukum rangka dasar dari Negara, sedangkan Hukum Administrasi Negara adalah administrasi dari Negara, dengan demikian Hukum Administrasi Negara merupakan hukum khusus dari hukum tata Negara.
2. Vegting
Tidak ada perbedaan yang prinsipil antara Hukum Tata Negara dengan Hukum Administrasi Negara, perbedaannya hanya terjadi dalam praktek dalam rangka tercapainya suatu kemanfaatan saja. Hukum Tata Negara adalah hukum mengenai struktur umum daripada suatu pemerintahan Negara. Sedangkan Hukum Administrasi Negara merupakan peraturan-peraturan yang bersifat khusus.
3. Prins
Hukum Tata Negara mempelajari hal-hal yang fundamental yang merupakan dasar-dasar dari Negara. Hukum Administrasi Negara menitikberatkan kepada hal-hal yang bersifat teknis yang selama ini kita tidak berkepentingan hanya penting bagi para spesialis.


Read more http://rimaru.web.id/ruang-lingkup-hukum-administrasi-negara/

keuangan negara


Definisi Keuangan Negara


Istilah keuangan negara dalam kedudukan hukum tertinggi tercantum dalam pasal 23 ayat 4 Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi “Hal keuangan negara selanjutnya diatur dengan undang-undang”.
Sedangkan definisi keuangan negara menurut Undang-Undang Keuangan Negara No.17 tahun 2003 adalah19 “Keuangan Negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.”
Definisi keuangan negara tersebut menjadi sangat controversial menurut pandangan para ahli maupun akademisi. Definisi ini berkaitan erat dengan ruang lingkup keuangan negara sebagaimana di atur dalam pasal 2 huruf g Undang-Undang Keuangan Negara.
Dari rumusan keuangan negara diatas yang mengemukakan “hak dan kewajiban” mencerminkan pendekatan disiplin ilmu hukum, mengingat hanya subyek hukumlah yang mempunyai hak dan kewajiban. Dan tentunya badan hukum negara dan badan hukum daerah serta badan hukum BUMN/BUMD sebagai subyek hukum jelas berbeda jika dikaitkan dengan  “hak dan kewajiban” pengelolaan dan pertanggungjawaban.
Pertanggungjawaban keuangan negara dimulai dari perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan sesuai dengan prinsip umum manajemen.
Sesuai dengan amanat Pasal 23C Undang-Undang Dasar 1945, Undang-undang tentang Keuangan Negara perlu menjabarkan aturan pokok yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang Dasar tersebut ke dalam asas-asas umum yang meliputi baik asas-asas yang telah lama dikenal dalam pengelolaan keuangan negara, seperti asas tahunan, asas universalitas, asas kesatuan, dan asas spesialitas maupun asas-asas baru sebagai pencerminan best practices (penerapan kaidah-kaidah yang baik) dalam pengelolaan keuangan negara, antara lain21 :
a) akuntabilitas berorientasi pada hasil;
b) profesionalitas;
c) proporsionalitas;
d) keterbukaan dalam pengelolaan keuangan negara;
e) pemeriksaan keuangan oleh badan pemeriksa yang bebas dan mandiri.
Asas-asas umum tersebut diperlukan pula guna menjamin terselenggaranya prinsip-prinsip pemerintahaan daerah sebagaimana telah dirumuskan dalam Bab VI Undang-Undang Dasar 1945. Dengan dianutnya asas-asas umum tersebut di dalam undang-undang tentang keuangan negara, pelaksanaan undang-undang ini selain menjadi acuan dalam reformasi manajemen keuangan negara, sekaligus dimaksudkan untuk memperkokoh landasan pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah di Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Implementasi penyelenggaraan negara sebaimana dimaksud dalam Undang-undang No.17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara di jabarkan dalam bentuk pelaksanaan program dan kegiatan yang tercantum dalam APBN/APBD setiap tahunnya. Pembangunan sebuah sistem informasi di lingkungan Instansi pemerintah merupakan salah satu bentuk pelaksanaan kegiatan yang menjadi program pemerintah yang anggarannya dibiayai melalui APBN/APBD maupun dari bantuan Pinjaman/Hibah Luar Negeri (PHLN).


Read more http://rimaru.web.id/definisi-keuangan-negara/

sejarah


Sejarah Bank Syariah di Indonesia

Bank merupakan suatu lembaga perantara antara pemilik dana dan orang yang membutuhkan dana. Bank secara umum sudah ada sejak tahun 2000 SM di Babilonia, yang dikenal dengan sebutan Temples of Babylon. Bank ini aktivitasnya baru sebatas peminjaman emas dan perak dengan tingkat suku bunga 20% setiap bulannya.
Pada masa itu alat pembayaran adalah emas dan perak di samping itu sebagai alat untuk menentukan harga. Sedangkan di Indonesia sendiri bank sudah ada sejak jaman Belanda dengan sebutan De Nederlandsche Handel Maatschappij (NHM) pada tahun 1824. Kemudian pada tahun 1827 pemerintah Belanda mendirikan De Javasche Bank dan sekarang menjadi Bank Indonesia sedangkan NHM berubah menjadi Bank Eksport Import Indonesia. Pada tahun 1857 didirikan bank swasta pertama yaitu NV Escompto Bank, yang kemudian dinasionalisasikan menjadi Bank Dagang Negara.
Setelah bangsa Indonesia merdeka pemerintah Indonesia mendirikan sebuah bank sirkulasi berbentuk bank milik Negara dengan nama Yayasan Pusat Bank Indonesia pada 14 oktober tahun 1945. Setelah itu pada tanggal 17 agustus 1946 diresmikan Bank Negara Indonesia dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang No. 2 Tahun 1946. BNI ini selain bank komersil juga berfungsi sebagai bank sentral.
Pada masa pemerintahan orde baru masalah pembangunan ekonomi dan pembenahan moneter dikembangkan secara serius, maka dipergunakanlah prinsip anggaran berimbang dan lalu lintas devisa yang bebas. Kemudian di keluarkan oleh pemerintah paket kebijakan yang dikenal dengan Pakto 1988 yang mempermudah dalam pendirian bank bank swasta. Diantara materi yang diatur dalam Pakto 1988 yaitu:
  • Pendirian bank umum dan bank pembangunan swasta dibebaskan dengan syarat mempunyai modal setor hanya sebesar 50 miliyar rupiah.
  • Seluruh bank bank nasional dapat membuka kantor cabangnya di seluruh wilayah Indonesia asalkan memenuhi persyaratan 24 bulan terakhir tergolong sehat.
  • Perluasan kesempatan mendirikan Bank Perkreditan Rakyat dan memperluas kewenangannya.
  • Mempermudah pengakuan atau pemberian status kepada bank sebagai bank devisa
  • Mempermudah bank asing untuk membuka cabang cabangnya di enam kota besar yaitu Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Medan dan Ujung Pandang.
  • Mempermudah pendirian bank bank campuran (patungan) di enam kota tersebut.
Bank syariah mulai digagas di Indonesia pada awal periode 1980-an, di awali dengan pengujian pada skala bank yang relatif lebih kecil, yaitu didirikannya Baitut Tamwil-Salman, Bandung. Dan di Jakarta didirikan dalam bentuk koperasi, yakni Koperasi Ridho Gusti. Berangkat dari sini, Majelis Ulama’ Indonesia (MUI) berinisiatif untuk memprakarsai terbentuknya bank syari’ah, yang dihasilkan dari rekomendasi Lokakarya Bunga Bank dan Perbankan di Cisarua, dan di bahas lebih lanjut dengan serta membentuk tim kelompok kerja pada Musyawarah Nasional IV MUI yang berlangsung di Hotel Syahid Jakarta pada tanggal 22-25 Agustus 1990.
Perbankan syari’ah di Indonesia telah mengalami perkembangan dengan pesat, masyarakat mulai mengenal dengan apa yang di sebut Bank Syari’ah. Dengan di awali berdirinya pada tahun 1992 oleh bank yang di beri nama dengan Bank Mu’amalat Indonesia (BMI), sebagai pelopor berdirinya perbankan yang berlandaskan sistem syari’ah, kini bank syari’ah yang tadinya diragukan akan sistem operasionalnya, telah menunjukkan angka kemajuan yang sangat mempesonakan.
Bank syariah di Indonesia berdiri seiring dengan bergulirnya reformasi dibidang perbankan yang ditandai dengan lahirnya Undang Undang Nomor 7 Tahun 1992. ketika itu bank syariah belum disebut sebagai bank syariah hanya di sebut dengan bank bagi hasil. Akan tetapi ini merupakan tongkat sejarah yang perlu di catat dalam fase pendirian bank syariah di Indonesia.


Read more http://rimaru.web.id/sejarah-bank-syariah-di-indonesia/

Dasar hukum perbankan syariah di Indonesia


hukum pelaksanaan perbankan syariah di Indonesia terbagi dalam dua bagian yaitu dasar hukum normatif dan dasar hukum formal. Keduanya secara simultan memberikan kekuatan hukum berlakunya perbankan syariah di Indonesia. Dasar hukum normatif berasal dari hukum Islam yang bersumber dari Al Qur’an, Sunnah dan Ijtihad. Ketentuan ini akan dikeluarkan dalam bentuk Fatwa Dewan Syariah Nasional.
Kekuatan mengikat fatwa itu bersifat normatif, artinya fatwa itu hanya mengikat, pertama bagi yang mengeluarkan atau yang mengfatwakannya, dan kedua mengikat bagi yang menerimanya atau yang menundukan diri atas fatwa itu. Karena sifat dan kekuatannya seperti itu, maka berlakunya belum secara mutlak bagi seluruh umat Islam. Berbeda halnya jika ketentuan itu langsung dari Al Qur’an dan Sunnah, secara otomatis langsung mengikat bagi umat islam di Indonesia.
Hukum Islam yang terbangun dari dari sumber yang pokok dan terbentuk dari proses ijtihad merupakan norma atau kaidah hukum yang hanya memiliki kekuatan mengikat jika di akui, diterima, dan di laksanakan oleh umat Islam sesuai dengan tingkat kesadaran dan keimanannya. Sedangkan dasar hukum formal merupakan ketentuan yang telah melalui proses positivisasi atau formalisasi oleh Negara melalui lembaga Legislatif dan Bank Indonesia sebagai lembaga yang memiliki otoriter terhadap Perbankan Indonesia.
Dasar hukum peraturan perundang undangan nasional:
1. Pancasila sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa
2. UUD 1945 pasal 29
Ekonomi Islam mengajarkan tegaknya nilai nilai keadilan, kejujuran, transaparansi, anti korupsi dan eksploitasi artinya misi utamanya adalah tegaknya nilai nilai ahlak dalam aktivitas bisnis baik individu, perusahaan maupun Negara. Penerapan hukum ekonomi syariah memiliki dasar yang sangat kuat. Ketentuan pasal 29 ayat (1) UUD 1945 dengan menyatakan Negara berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa pada dasarnya mengandung tiga makna:
Negara tidak boleh membuat peraturan perundang undangan atau melakukan kebijakan kebijakan yang bertentangan dengan keimanan kepada Tuhan Yang Maha Esa,
Negara berkewajiban membuat peraturan perundang undangan atau melakukan kebijakan kebijakan bagi pelaksanaan wujud rasa keimanan kepada Tuhan Yang Maha Esa dari segolongan pemeluk agama yang memeluknya,
Negara berkewajiban membuat peraturan perundang undangan yang melarang siapapun melakukan pelecehan terhadap ajaran agama.
Melaui ketentuan dalam pasal 29 ayat (2) UUD 1945 seluruh syariat Islam khususnya yang menyangkut hukum bidang muamalah pada dasarnya dapat di jalankan secara sah dan formal oleh muslimin baik langsung maupun tidak langsung dengan jalan diadopsi dalam hukum positif nasional.
3. Undang undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan yang di ubah dengan Undang undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan.
Di berlakukannya Undang undang No. 7 tahun 1992 maka bank Islam di akomodasi dalam Undang undang tersebut dengan nama bank bagi hasil. Maka sejak saat itu di Indonesia mengenal dual banking system yaitu bank konvensional dan bank bagi hasil.
Dalam Undang undang No. 7 tahun 1992 pasal 6 huruf m jo pasal 13 huruf c dengan tegas membuka kemungkinan bagi bank untuk melakukan kegiatan berdasarkan prinsip bagi hasil dengan nasabahnya, baik Bank Umum maupun Bank Perkreditan Rakyat. Kemudian dalam Undang undang no 10 tahun 1998 khususnya pasal 1 angka 3 menyebutkan bahwa bank umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
Selanjutnya angka 13 menyebutkan bahwa “prinsip syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah, antara lain pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (musyarakah), prinsip jual beli barang dengan memperolah keuntungan (murabahah), atau pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah), atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtina)”.
4. KUH Perdata pasal 1338
bahwa semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang undang bagi mereka yang membuatnya. Artinya disamping apa yang atur dalam Undang undang juga yang tidak diatur dalam undang undang tetapi masuk dalam perjanjian maka hal tersebut sama kekuatannya dengan undang undang dan apabila di langgar maka bisa di tuntut didepan pengadilan. Di samping itu KUH Perdata juga mengatur tentang asas kebebasan berkontrak bahwa para pihak bisa membuat perjanjian/kontrak di luar apa yang diatur dalam Undang Undang asalkan tidak bertentangan dengan kepatutan dan ketertiban umum.
5. peraturan Bank Indonesia Nomor 6/24/PBI/2004 tertanggal 14 oktober 2004 tentang Bank Umum
Yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah. Dan untuk BPRS yaitu Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/17/PBI/2004 tanggal 1 juli 2004 tentang Bank Perkreditan Rakyat Syariah.


Read more http://rimaru.web.id/dasar-hukum-perbankan-syariah-di-indonesia/

koperasi


Dasar Hukum Koperasi Indonesia

Landasan Koperasi Indonesia
Indonesia adalah negara hukum, di mana Dasar Negara Pancasila, UUD 1945, dan Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) sebagai sumber hukum tertinggi yang ditetapkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat sebagai penjelmaan azas demokrasi. Dalam seluruh sistem hukum di Indonesia, koperasi telah mendapatkan tempat yang pasti. Karena itu landasan hukum koperasi sangat kuat.
Landasan-landasan Koperasi Indonesia:
1. Landasan idiil koperasi Indonesia adalah Pancasila. Kelima sila dari Pancasila, yaitu: Ketuhanan Yang Maha Esa, Perikemanusiaan , Kebangsaan, Kedaulatan Rakyat, dan Keadilan Sosial harus dijadikan dasar serta dilaksanakan dalam kehidupan koperasi, karena sila-sila tersebut memang menjadi sifat dan tujuan koperasi dan selamanya merupakan aspirasi anggota koperasi.
2. Landasan strukturil koperasi Indonesia adalah UUD 1945 dan landasan geraknya adalah pasal 33 ayat (1) UUD 1945 beserta penjelasannya. Pasal 33 ayat (1) berbunyi: ” Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas azas kekeluargaan”. Dari rumusan tersebut pasal 33 tercantum dasar demokrasi ekonomi, produksi dikerjakan oleh semua untuk semua di bawah pimpinan atau pemilikan anggota-anggota masyarakat. Kemakmuran masyarakatlah yang diutamakan bukan kemakmuran orang seorang. Sebab itu, perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas azas kekeluargaan.
3. Landasan mental koperasi Indonesia adalah setia kawan dan kesadaran berpribadi (rasa harga diri). Setia kawan telah ada dalam masyarakat Indnesia dan tampak keluar sebagai gotong-royong. Akan tetapi landasan setia kawan saja hanya dapat memelihara persekutuan dalam masyarakat yang statis, dan karenanya tidak dapat mendorong kemajuan. Kesadaran berpribadi, keinsyafan akan harga diri dan percaya pada diri sendiri adalah mutlak untuk menunaikan derajat kehidupan dan kemakmuran. Dalam koperasi harus tergabung kedua landasan mental tadi sebagai dua unsur yang dorong mendorong, hidup menghidupi, dan awas mengawasi.
Koperasi bukan hanya bertindak sebagai aparat yang membawakan perbaikan ekonomis, namun harus mampu merealisir watak sosialnya.

wajah hukum


WAJAH HUKUM EKONOMI DI INDONESIA

Pengertian Ekonomi
Menurut M. Manulang, ilmu ekonomi adalah suatu ilmu yang mempelajari masyarakat dalam usahanya untuk mencapai kemakmuran (kemakmuran suatu keadaan dimana manusia dapat memenuhi kebutuhannya, baik barang-barang maupun jasa).
Pengertian Hukum Ekonomi
Menurut Suryati Hartono hukum ekonomi adalah penjabaran hukum ekonomi pembangunan dan hukum ekonomi sosial, sehingga hukum ekonomi tersebut mempunyai dua aspek :
Aspek pengaturan usaha-usaha pembangunan ekonomi.
Aspek pengaturan usaha-usaha pembagian hasil pembangunan ekonomi secara merata di antara seluruh lapisan masyarakat.
Sejarah Hukum Ekonomi Indonesia pernah menganut sistem ekonomi Pancasila, yang menurut Emil Salim menpunyai ciri-ciri sebagai berikut :
Sistem ekonomi pasar dengan unsur perencanaan
Berprinsip keselarasan, karena Indonesia menganut paham demokrasi ekonomi dengan azas perikehidupan keseimbangan. Keseimbangan antara kepentingan individu dan masyarakat
Kerakyatan, artinya sistem ekonomi ditujukan untuk kepentingan rakyat banyak
Kemanusiaan, maksudnya sistem ekonomi yang memungkinkan pengembangan unsur kemanusiaan
Asas kebersamaan, kekeluargaan, keseimbangan, dan kesinambungan dalam kemakmuran rakyat.
Asas pembangunan ekonomi yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan, dan
Asas kemandirian yang berwawasan kenegaraan.
Hukum ekonomi dibedakan menjadi dua :
1. Hukum Ekonomi Pembangunan
Hukum Ekonomi Pembangunan adalah yang meliputi pengaturan dan pemikiran hukum mengenai cara-cara peningkatan dan pengembangan kehidupan ekonomi Indonesia secara nasional


2. Hukum Ekonomi Sosial
Hukum Ekonomi Sosial adalah menyangkut pengaturan pemikiran hukum mengenai cara-cara pembagian hasil pembangunan ekonomi nasional secara adil dan merata dalam martabat kemanusiaan (hak asasi manusia) manusia Indonesia.
Menurut Rochmat Soemitro definisi hukum ekonomi ialah sebagian dari keseluruhan norma yang dibuat oleh pemerintah atau penguasa sebagai satu personifikasi dari masyarakat yang mengatur kehidupan kepentingan ekonomi masyarakat yang saling berhadapan.
Menurut Sunaryati Hartono hukum ekonomi Indonesia adalah keseluruhan kaidah-kaidah dan putusan-putusan hukum yang secara khusus mengatur kegiatan dan kehidupan ekonomi di Indonesia.
Atas dasar itu, hukum ekonomi tersebar dalam pelbagai peraturan perundang-undangan yang bersumber pada pancasila dan UUD 1945.
Hukum ekonomi menganut asas, sebagai berikut :
·        Asas keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan YME,
·        Asas manfaat,
·        Asas Demokrasi Pancasila,
·        Asas adil dan merata,
·        Asas keseimbangan, keserasian, dan keselarasan dalam perikehidupan,
·        Asas hukum,
·        Asas kemandirian,
·        Asas keuangan,
·        Asas ilmu pengetahuan,

Wajah Hukum Ekonomi di Indonesia
Dewasa ini Indonesia menghadapi masalah yang serupa, bagaimana menghindari disintegrasi bangsa, dalam waktu yang sama memulihkan ekonomi dari krisis yang berat, dan memperluas kesejahteraan sosial sampai mencapai masyarakat yang paling bawah. Tetapi pada kenyataannya pemerataan ekonomi di Indonesia belum merata dan hanya di daerah Ibu Kota saja yang pertumbuhan ekonominya berkembang pesat.
Sebenarnya terdapat hubungan yang sangat erat dan timbal balik antara sistem hukum dengan sistem ekonomi. Peranan hukum yang sangat penting dalam kehidupan ekonomi karena kemampuannya untuk mempengaruhi tingkat kepastian dalam hubungan antar manusia di dalam masyarakat.
Keberpihakan terhadap suatu sistem ekonomi sangat penting karena akan mempengaruhi kualitas hukum ekonomi yang akan dibangun ke depan. Sistem ekonomipun harus juga mendukung pembangunan sistem hukum secara positif, agar sistem hukum itu dapat lebih lagi mendukung pembangunan sistem ekonomi nasional.
Selama ini sistem ekonomi Indonesia adalah sistem ekonomi kapitalis, peraturan perundang-undang bidang ekonomi lebih banyak yang mengabdi pada golongan menengah keatas dibanding pada rakyat kecil. Hal itu harus menjadi perhatian khusus bagi pemerintah dalam menangani masalah ini.
Masih banyaknya kelemahan-kelemahan di bidang hukum yang sering dihadapi oleh pelaku ekonomi di Indonesia, contohnya adalah masalah ketidakpastian hukum. Padahal kepastian hukum juga dibutuhkan untuk memperhitungkan dan mengantisipasi resiko, bahkan bagi suatu negara kepastian hukum merupakan salah satu faktor yang sangat menunjang daya tahan ekonomi suatu negara.


Kondisi Hukum

KONDISI HUKUM EKONOMI DI INDONESIA


           Di era globalisasi ini, banyak sekali hal yang memperlihatkan bahwa sering terjadinya permasalahan yang mendesak di dunia karena masalah ekonomi. Begitu pula yang terjadi di Indonesia.
           Dampak masalah yang dirasakan Indonesia antara lain karena perekonomian dunia melemah sehingga pasar ekspor bagi produk Indonesia menjadi sangat menurun, nilai tukar rupiah terdepresiasi sehingga hutang luar negeri pemerintah maupun swasta menjadi beban yang cukup berat.  Sejarah Indonesia dalam kurun waktu yang panjang sebagai negara jajahan bangsa asing karena  alasan ekonomi bahwa Indonesia merupakan sumber hasil bumi yang sangat penting bagi dunia juga mempelihatkan bahwa masalah ekonomi adalah masalah yang penting bagi suatu negara.
           Dari uraian di atas, kita dapat melihat bahwa persoalan-persoalan ekonomi selalu muncul dari penggunaan sumberdaya yang langka untuk memuaskan keinginan manusia yang tak terbatas dalam upaya meningkatkan kualitas hidupnya. Akibat kelangkaan, maka terjadi perebutan untuk menguasai sumberdaya yang langka tersebut.   Perebutan menjadi penguasa atas sumber daya yang langka bisa menimbulkan persengketaan antar pelaku ekonomi bahkan bisa memicu perang baik antar daerah maupun antar negara.
           Permasalahan ekonomi ini perlu diatur agar pemanfaatan sumber daya yang terbatas dapat berjalan dengan baik dengan prinsip – prinsip keadilan.  Hukum ekonomi merupakan salah satu alat untuk mengatasi berbagi persoalan tersebut.
            Hukum ekonomi adalah suatu hubungan sebab akibat atau pertalian peristiwa ekonomi yang saling berhubungan satu dengan yang lain dalam kehidupan ekonomi sehari-hari dalam masyarakat.
           Pemanfaatan sumber daya yang terbatas menyebabkan perlunya suatu perangkat hukum yang dapat mengatur agar semua pihak yang berkepentingan mendapat perlakuan yang adil dan agar tidak terjadi perselisihan diantara pelaku ekonomi.  Fungsi hukum salah satunya adalah mengatur kehidupan manusia bermasyarakat di dalam berbagai aspek.
           Manusia melakukan kegiatan ekonomi untuk memenuhi kebutuhannya. Manusia tidak bisa memenuhi kebutuhannya sendiri, oleh karena itu manusia melakukan interaksi dengan manusia lainnya.  Interaksi ini sering kali tidak berjalan dengan baik karena adanya benturan kepentingan diantara manusia yang berinteraksi.  Agar tidak terjadi perselisihan maka harus ada hukum atau kesepakatan bersama diantara mereka.
           Hukum tertinggi yang mengatur mengenai perekonomian di Indonesia terdapat dalam pasal 33 UUD 1945, yang berbunyi :
Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar asas kekeluargaan
Cabang–cabang produksi yang penting bagi Negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara.
Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat
Perekonomian nasional diselenggarakan berdasarkan demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi, berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang-undang.
          Mernutut saya pribadi, saat ini kondisi hukum Indonesia secara umum masih kurang baik. Selain itu, kondisi hukum ekonomi di Indonesia ternyata juga tidak dapat dikatakan baik. Sebagai negara yang menerapkan sistem ekonomi pasar dalam memandu perekonomiannya, Indonesia juga tidak terhindar dari berbagai permasalahan-permasalahan seperti yang dialami oleh sebagian negara-negara berkembang lainnya dalam menjalankan dan memaksimalkan sistem ekonomi pasarnya tersebut. Sistem ekonomi pasar yang diharapkan dapat menyehatkan perekonomian Indonesia, yang terjadi justru sebaliknya sistem ekonomi pasar malahan menyuburkan praktek monopoli dan persaingan usaha yang tidak sehat di dalam pasar, dan menyebabkan pasar menjadi semakin tidak efesien. Tidak berfungsinya sistem ekonomi pasar salah satunya disebabkan oleh ketiadaan kelembagaan hukum ekonomi yang kuat dan sehat. Kelembagaan yang kuat dan sehat disini maksudnya ialah kelembagaan hukum ekonomi yang lebih kurang mampu menciptakan stabilitas dan keadilan bagi kepentingan-kepntingan para pelaku usaha negara.
           Sedangkan kelembagaan hukum ekonomi yang ada di Indonesia dewasa ini telah tidak sesuai lagi dengan perkembangan yang ada, sehingga perlu dilakukan penyesuaian kelembagaan hukum ekonomi yang ada agar dapat mendukung berkerjanya ekonomi pasar di Indonesia. Penyesuaian kelembagaan hukum ekonomi ini dilakukan dengan cara salah satunya melalui proses transplantasi hukum seperti di Amerika Serikat dan Eropa. Tidak berbeda pada masalah hukum secara umum, masalah lain yang terkait dengan hukum ekonomi juga melibatkan para institusi-institusi penegak hukum, seperti kejaksaan, polisi dan pengadilan. Institusi penegakkan hukum di Indonesia ternyata tidak bisa diharapkan terlalu banyak dapat menyelesaikan sengketa bisnis yang terjadi diantara pelaku ekonomi di dalam pasar dengan baik. Sehingga tidak heran kalangan pelaku ekonomi di Indonesia lebih memilih menyelesaikan sengketa bisnis mereka dengan menggunakan lembaga lain dibandingkan mereka harus mempercayakan penyelesaian sengketa bisnisnya pada pengadilan di Indonesia.
Seperti yang kita ketahui bersama bahwa kemajuan dan pertumbuhan ekonomi suatu negara sangat bergantung oleh adanya dukungan dari kelembagaan hukum ekonomi yang kuat. Namun yang terjadi kelembagaan hukum ekonomi di Indonesia tidak dapat mengikuti perkembangan ekonomi yang ada. Padahal, ekonomi tidak bisa bekerja sendiri tanpa produk hukum dan juga politik, tetapi sayangnya, perkembangan ekonomi selalu lebih cepat dibanding pembuatan produk hukumnya. Inilah sebabnya, percepatan ekonomi di Indonesia tidak bisa berlangsung dengan cepat. Salah satu contoh tentang lambatnya percepatan pembangunan ekonomi akibat tidak adanya produk hukum yang mendukung bisa dilihat di Provinsi DIY, misalnya, Peraturan Daerah tentang Bank Pembangunan Daerah (BPD) DIY yang masih menyatakan bahwa bank tersebut berbentuk perusahaan daerah.


OTONOMI DAERAH



Peranan Hukum Dalam Ekonomi Indonesia Dan Pelaksanaannya Dalam Otonomi Daerah


I.    PENDAHULUAN
Sejarah perekonomian dunia, memperlihatkan bahwa banyak permasalahan yang mendesak di dunia karena masalah ekonomi.  Contohnya pada tahun 1930 dunia mengalami masalah pengangguran di kalangan tenaga kerja dan sumber daya lainnya, begitu juga tahun 1940 dunia mengalami masalah merealokasikan sumber daya yang langka dengan cepat antara kebutuhan perang dengan kebutuhan sipil. Tahun 1950 terjadi masalah inflasi, tahun 1960 terjadi kemunduran pertumbuhan ekonomi, tahun 1970 dan awal tahun 1980 terjadi kasus biaya energi yang meningkat (harga minyak yang meningkat sepuluh kali dibandingkan dekade sebelumnya) (Lipsey, et. al. 1991), memasuki akhir tahun  2008 sampai dengan saat ini krisis finansial global yang dimulai di Amerika Serikat sejak 2007 yang dipicu macetnya kredit perumahan  (subprime mortgage) juga telah menimbulkan permasalahan yang mendunia.

Dampak yang dirasakan Indonesia antara lain karena perekonomian dunia melemah sehingga pasar ekspor bagi produk Indonesia menjadi sangat menurun, nilai tukar rupiah terdepresiasi sehingga hutang luar negeri pemerintah maupun swasta menjadi beban yang cukup berat.  Sejarah Indonesia dalam kurun waktu yang panjang sebagai negara jajahan bangsa asing karena  alasan ekonomi bahwa Indonesia merupakan sumber hasil bumi yang sangat penting bagi dunia juga mempelihatkan bahwa masalah ekonomi adalah masalah yang penting bagi suatu negara.
Dari uraian diatas, kita dapat melihat bahwa persoalan-persoalan ekonomi selalu muncul dari penggunaan sumberdaya yang langka untuk memuaskan keinginan manusia yang tak terbatas dalam upaya meningkatkan kualitas hidupnya. Akibat kelangkaan, maka terjadi perebutan untuk menguasai sumberdaya yang langka tersebut.   Perebutan menjadi penguasa atas sumber daya yang langka bisa menimbulkan persengketaan antar pelaku ekonomi bahkan bisa memicu perang baik antar daerah maupun antar negara.
Permasalahan ekonomi ini perlu diatur agar pemanfaatan sumber daya yang terbatas dapat berjalan dengan baik dengan prinsip – prinsip keadilan.  Hukum ekonomi merupakan salah satu alat untuk mengatasi berbagi persoalan tersebut.


II.    PEMBAHASAN
Pemanfaatan sumber daya yang terbatas menyebabkan perlunya suatu perangkat hukum yang dapat mengatur agar semua pihak yang berkepentingan mendapat perlakuan yang adil (win-win solution) dan agar tidak terjadi perselisihan diantara pelaku ekonomi.  Fungsi hukum salah satunya adalah mengatur kehidupan manusia bermasyarakat di dalam berbagai aspek.  Manusia melakukan kegiatan ekonomi untuk memenuhi kebutuhannya. Manusia tidak bisa memenuhi kebutuhannya sendiri, oleh karena itu manusia melakukan interaksi dengan manusia lainnya.  Interaksi ini sering kali tidak berjalan dengan baik karena adanya benturan kepentingan diantara manusia yang berinteraksi.  Agar tidak terjadi perselisihan maka harus ada kesepakatan bersama diantara mereka.  Kegiatan ekonomi sebagai salah satu kegiatan sosial manusia juga perlu diatur dengan hukum agar sumber daya ekonomi, pemanfaatan dan kegiatannya dapat berjalan dengan baik dengan mempertimbangkan sisi keadilan bagi para pelaku ekonomi.  Hukum atau peraturan perekonomian yang berlaku disetiap kelompok sosial atau suatu bangsa berbeda-beda tergantung kesepakatan yang berlaku pada kelompok sosial atau bangsa tersebut.
Hukum tertinggi yang mengatur mengenai perekonomian di Indonesia terdapat dalam pasal 33 UUD 1945, yang berbunyi :
(1)    Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar asas kekeluargaan
(2)    Cabang–cabang produksi yang penting bagi Negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara.
(3)    Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat
(4)    Perekonomian nasional diselenggarakan berdasarkan demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi, berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.
(5)    Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang-undang.
Tujuan suatu bangsa salah satunya adalah mensejahterakan rakyatnya.  Seperti tujuan Negara Indonesia yang terdapat dalam pembukaan UUD 1945 yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia, dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berlandaskan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.  Dalam tujuan negara tersebut disebutkan memajukan kesejahteraan umum.  Jadi perekonomian nasional ini ditujukan bagi kemajuan dan kesejahteraan umum.
Dari pasal 33 tersebut bahwa perekonomian yang disusun sebagai usaha bersama yang berdasarkan asas kekeluargaan-lah yang diamanatkan UUD kita.  Koperasi adalah salah satu bentuk dari amanat pasal 33 ayat 1.  Tujuan koperasi adalah untuk kesejahteraan anggotanya.  Di  Indonesia sendiri telah banyak berdiri koperasi-koperasi.  Namun koperasi-koperasi yang ada masih banyak yang dihadapkan oleh permasalahan masih rendahnya kualitas kelembagaan dan organisasi dalam koperasi, dalam PP No. 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2004-2009 dalam lampiran Pasal (6) Bab 20 mengenai Pemberdayaan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah bahwa koperasi yang aktif hanya 76% dari total jumlah yang ada.  Dan hanya 48% dari koperasi yang aktif tersebut yang menyelenggarakan RAT (Rapat Anggota Tahunan).  Selain itu disebutkan juga  tertinggalnya kinerja Koperasi dan kurang baiknya citra koperasi karena banyak koperasi terbentuk tanpa didasari oleh kepentingan bersama dan prinsip kesukarelaan para anggotanya, sehingga kehilangan jati diri koperasi yang otonom dan swadaya. Banyak koperasi yang tidak profesional menggunakan teknologi dan kaidah-kaidah ekonomi modern sebagaimana layaknya badan usaha.
Pasal 33 UUD 1945 ayat 2 menyebutkan bahwa negara menguasai cabang-cabang produksi yang penting dan menguasai hajat hidup orang banyak dan juga bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya untuk dipergunakan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.  BUMN (Badan Usaha Milik Negara) adalah salah satu dari pelaksanaan pasal tersebut dimana terdapat PT. Pertamina, PT. Aneka Tambang, PT Pertani, PT Pupuk Kaltim, PT Pertani dan lain-lain.  Dalam era privatisasi yang pada mulanya dilakukan untuk efisiensi dan terbukanya modal asing yang masuk ke Indonesia perlu diwaspadai agar  jangan sampai cabang- cabang produksi yang penting dan kekayaan alam yang ada di Indonesia menjadi milik asing dan hanya memperoleh sedikit keuntungan atau royalti dan jangan sampai  Indonesia  hanya sebagai penonton di negeri sendiri.  Peranan hukum disini adalah untuk melindungi kepentingan negara perlu dibuat agar dapat terwujud bangsa yang sejahtera dan menjadi tuan di negeri sendiri.
Hukum Ekonomi Indonesia juga harus mampu memegang amanat UUD 1945 (amandemen) pasal 27 ayat (2) yang berisi : “Tiap-tiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”. Negara juga memiliki kewajiban untuk mensejahteraan rakyatnya, sehingga perekonomian harus dapat mensejahterakan seluruh rakyat, sementara fakir miskin dan anak yang terlantar juga perlu dipelihara oleh Negara. Negara perlu membuat iklim yang kondusif bagi usaha dan bagi masyarakat yang tidak mampu dapat diberdayakan. Sementara yang memang tidak dapat berdaya seperti orang sakit, cacat perlu diberi jaminan sosial (Pasal 34 UUD 1945). Tugas negara ini dalam kondisi sekarang tidaklah mudah dimana kemampuan keuangan pemerintah sendiri juga terbatas. Konsep perekonomian yang baik perlu dilaksanakan.
Indonesia merupakan bagian dari masyarakat global sehingga Indonesia pun tidak terlepas dari hukum internasional termasuk yang menyangkut ekonomi.  Tetapi walaupun demikian, kita juga harus bersikap kritis dan memperjuangkan hak bagi kesejahteraan Negara kita,  karena tidak semua kebijakan ekonomi tersebut dapat diterapkan dan kalaupun diterapkan harus ada penyesuaian dengan hukum yang berlaku di Indonesia.
Indonesia terdiri dari berbagai macam suku bangsa, sehingga dalam pengaturan hukum ekonominya harus mempertimbangkan hal tersebut. Di era orde baru kita pernah mencoba mengatur Negara ini menggunakan sistem sentralisasi atau terpusat.  Semua kegiatan ekonomi diatur oleh pemerintah pusat.  Diakui dengan sistem ini perekonomian kita sempat berjaya dengan swasembada beras, namun di sisi lain terjadi kesenjangan antara pusat-pusat ekonomi dengan daerah-daerah yang terpencil dan kurangnya pemerataan pembangunan.
Sistem pemerintahan Indonesia dalam Bab VI Pasal 18 UUD 1945 (amandemen) juga diatur mengenai desentralisasi yang didalamnya termuat juga desentralisasi bidang ekonomi.  Pasal tersebut berisi :
(1)    Negara Kesatuan Republik Indonesia di bagi atas daerah-daerah propinsi dan daerah propinsi itu di bagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap propinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang
(2)    Pemerintah daerah propinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan
(3)    Pemeritahan daerah propinsi, daerah kabupaten dan kota memiliki Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang angota-angotanya dipilih melalui pemilihan umum
(4)    Gubernur, Bupati dan Walikota masing masing sebagai kepala pemerintahan daerah propinsi, kabupaten dan kota dipilih secara demokratis
(5)    Pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan pemerintah
(6)    Pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan
(7)    Susunan dan tatacara penyelenggaraan pemerintahan daerah diatur dalam undang-undang
Pasal 18A:
(1)    Hubungan wewenang antara pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah propinsi, kabupaten, kota atau antara propinsi, kabupaten dan kota, diatur dengan undang-undang dengan memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah
(2)    Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumberdaya lainnya antara pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah diatur dan dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan undang-undang
Pasal 18B:
(1)    Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang
(2)    Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang
Pada pasal 18A ayat (2) sangat jelas menunjukkan bahwa masalah pemanfaatan sumberdaya juga diatur dalam undang-undang ini.
Tujuan utama desentralisasi adalah meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui penyelenggaraan urusan/fungsi/tanggung jawab pemerintahan untuk penyediaan pelayanan masyarakat lebih baik. Pelaksanaan otonomi daerah yang baik akan meningkatkan kesejahteraan rakyat.  Beberapa contoh sukses ditunjukkan dalam Koran Tempo, Senin, 22 Desember 2008, sejumlah kepala daerah di negeri ini dapat mengembangkan kreativitasnya dalam memajukan daerahnya. Peran pimpinan daerah dalam mendorong terciptanya pemerataan pembangunan dan peningkatan kesejahteraan sangatlah penting.  Kriteria yang dipilih Tempo untuk menyeleksi para calon tokoh pimpinan daerah adalah dalam sektor pelayanan pubik, transparansi dan keramahan pada dunia usaha setempat.  Hal ini dilakukan Tempo karena dianggap masih banyak anggapan miring tentang otonomi daerah sebagai desentralisasi korupsi dan munculnya raja-raja kecil.  Sebanyak 61 kasus kepala daerah menjadi tersangka dan kemudian menjadi terpidana akibat praktek yang salah dalam menjalankan otonomi dan presepsi mengenai otonomi daerah.
Pemerintahan di daerah harus berhati-hati dalam membuat regulasi ataupun perangkat hukum yang menyangkut perekonomian daerahnya, agar tidak terjadi salah presepsi tentang otonomi ekonomi daerah. Peranan pemerintah pusat juga harus lebih ketat dalam mengawasi jalannya otonomi daerah agar tujuan nasional dapat berjalan sebagai mana mestinya. Keberpihakan pemerintah baik pusat maupun daerah terhadap pertumbuhan koperasi, usaha kecil dan menengah daerah diharapkan mampu mengurangi jurang antara masyarakat mapan dan marjinal, karena dengan pertumbuhan koperasi, usaha kecil dan menengah akan mengurangi ketergantungan masyarakat akan import dan memperluas lapangan pekerjaan.  Sehingga akan mengurangi beban pemerintah dan diharapkan daerah mampu mandiri mengatasi kesulitan didaerahnya sesuai dengan sumberdaya yang ada didaerah tersebut.  Pemerintahan daerah juga harus menjaga agar otonomi daerah adalah bukan mengatur daerah dengan kacamata kedaerahannya tetapi lebih melihat bahwa negara kita mempunyai tujuan bersama yang mulia seperti yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945.  Pemerintahan daerah juga tidak boleh semena-mena menyombongkan diri apabila berhasil, tetapi juga mau membantu daerah lain, minimal dengan menularkan informasi tentang keberhasilan mereka terhadap daerah lain.
Untuk itu diperlukan koordinasi yang baik antara pemerintah pusat dan daerah dalam melakukan perumusan dan sosialisasi mengenai batasan-batasan dan sanksi hukum yang jelas bagi pelaku ekonomi baik tingkat pusat maupun daerah, yang kemudian ditetapkan menjadi peraturan atau kebijakan pemerintah pusat maupun daerah.  Dalam hal sosialisasi, pemerintah perlu juga melibatkan media massa ataupun membentuk kader-kader yang siap memberikan informasi mengenai keberadaan peraturan maupun  kebijakan tersebut. Pemerintah juga perlu memberikan penghargaan kepada tokoh, pimpinan atau masyarakat yang melakukan perubahan posistif terhadap perkembangan ekonomi daerahnya, diharapkan kegiatan ini memacu munculnya tokoh-tokoh yang peduli terhadap keberhasilan daerah untuk mencapai kesejahteraan.
Aspek hukum yang mengatur perekonomian Indonesia sudah diamanatkan  dalam UUD 1945 yang sudah empat kali diamandemen, namun baru tahun 1982 ada sebuah penelitian yang dilakukan mengenai Hukum Ekonomi Indonesia.  Penelitian ini dilakukan oleh Universitas Padjajaran Bandung yang di pimpin oleh DR. C.F.G Sunaryati Hartono, S.H, yang diterbitkan dalam bentuk buku dengan judul Hukum Ekonomi Indonesia. Dalam buku tersebut Hukum Ekonomi Indonesia dibedakan menjadi dua yaitu Hukum Ekonomi Pembangunan dan Hukum Ekonomi Sosial (Soedijana, Yohanes, Setyardi, 2008).
Hukum Ekonomi Pembangunan adalah pengaturan dan pemikiran hukum mengenai cara-cara peningkatan dan pengembangan kehidupan ekonomi (peningkatan produksi) secara nasional dan berencana. Hukum Ekonomi Pembangunan meliputi bidang-bidang pertanahan, bentuk-bentuk usaha, penanaman modal asing, kredit dan bantuan luar negeri, perkreditan dalam negeri perbankan, paten, asuransi, impor ekspor, pertambangan, perburuhan, perumahan, pengangkutan dan perjanjian internasional. Hukum Ekonomi Sosial adalah pengaturan dan pemikiran hukum mengenai cara-cara pembagian hasil pembangunan ekonomi nasional secara adil dan merata, sesuai dengan martabat kemanusiaan (hak asasi manusia) manusia Indonesia (distribusi yang adil dan merata). Hukum Ekonomi Sosial meliputi bidang obat-obatan, kesehatan dan keluarga berencana, perumahan, bencana alam, transmigrasi, pertanian, bentuk-bentuk perusahaan rakyat, bantuan dan pendidikan bagi pengusaha kecil, perburuhan, pendidikan, penderita cacat, orang-orang miskin dan orang tua serta pensiunan (Soedijana, Yohanes, Setyardi, 2008).
Sejarah Hukum Ekonomi Indonesia juga pernah menganut sistem ekonomi Pancasila, yang menurut Emil Salim menpunyai ciri-ciri sebagai berikut :
a.    Sistem ekonomi pasar dengan unsur perencanaan
b.    Berprinsip keselarasan, karena Indonesia menganut paham demokrasi ekonomi dengan azas perikehidupan keseimbangan.  Keseimbangan antara kepentingan individu dan masyarakat
c.    Kerakyatan, artinya sistem ekonomi ditujukan untuk kepentingan rakyat banyak
d.    Kemanusiaan, maksudnya sistem ekonomi yang memungkinkan pengembangan unsur kemanusiaan
Apakah hukum diperlukan dalam mengelola perekonomian negara? Masih banyak masyarakat yang bertanya demikian karena terkadang hukum lebih banyak dianggap sebagai faktor penghambat daripada sebagai faktor yang melandasi ekonomi.  Walaupun demikian sudah seharusnya ada hukum yang mengatur dan mengelola perekonomian negara, karena pada dasarnya hukum mempunyai beberapa peranan dalam pembangunan ekonomi Indonesia.  Peranan hukum (Soedijana, Yohanes, Setyardi, 2008) tersebut antara lain adalah :
a.    Hukum sebagai pemelihara ketertiban dan keamanan
b.    Hukum sebagai sarana pembangunan
c.    Hukum sebagai sarana penegak keadilan
d.    Hukum sebagai sarana pendidikan masyarakat
Dari beberapa syarat tentang hukum yang ditulis dalam Bab (2), buku Ekonomi Pembangunan Indonesia  yang patut dipertimbangkan yaitu :
a.    Bahwa kaidah-kaidah hukum nasional kita harus berdasarkan falsafah kenegaraan Pancasila dan UUD 1945
b.    Bahwa kaidah-kaidah hukum nasional kita harus mengandung dan memupuk nilai-nilai baru yang mengubah nilai-nilai sosial yang bersumber pada kesukuan dan kedaerahan menjadi nilai-nilai sosial yang bersumber memupuk kehidupan dalam ikatan kenegaraan secara nasional
c.    Bahwa sistem hukum nasional itu mengandung kemungkinan untuk menjamin dinamika dalam rangka pembaharuan hukum nasional itu sendiri, sehingga secara kontinyu dapat mempersiapkan pembangunan dan pembaharuan masyarakat di masa berikutnya
Setelah pemerintah daerah dan kota membuat perangkat hukum, yang menjadi tugas selanjutnya adalah  perlunya sosialisasi dalam penerapan hukum ekonomi di daerah dan kota.  Sosialisasi ini bertujuan agar setiap pelaku ekonomi daerah dan kota mengetahui batasan-batasan hukum dan sanksi hukum dengan jelas.
Peran pemerintah daerah juga diperlukan dalam peningkatan perekonomoian Indonesia. Menurut Menteri Koordinator Perekonomian Boediono di Jakarta, Kompas, Rabu (19/12), selama ini kontribusi pemerintah daerah (pemda) masih minim. Lebih lanjut Boediono mengatakan, masih ada beberapa rencana tindak yang belum tuntas dalam paket kebijakan ekonomi, baik dalam kebijakan perbaikan iklim investasi, percepatan pembangunan infrastruktur, usaha mikro-kecil-menengah (UMKM), maupun kebijakan sektor keuangan. Oleh karena itu, masih diperlukan paket kebijakan lanjutan yang akan dikeluarkan pada tahun 2008. “Inti pokoknya, paket itu merupakan alat mengoordinasi kebijakan dan mengarahkan peta jalan selama dua tahun ke depan (2008-2009). Nanti, apakah matriks itu dipayungi inpres (instruksi presiden) atau apa, tidak jadi masalah,” ujar Boediono (sekarang Wakil Presiden RI).
Ketua Tim Pengawas Pencapaian Paket Kebijakan Ekonomi Jannes Hutagalung pada era Menko Perekonomian Boediono mengatakan, fungsi pemda akan diperbanyak dalam pelaksanaan rencana tindak paket kebijakan ekonomi 2008. Itu disebabkan sebagian besar pelaksanaan programnya ada di daerah. “Misalnya, program UMKM. Untuk sektor ini, kami akan lebih meningkatkan kerja sama dengan pemda,” kata Jannes.  Sebenarnya, ujar Jannes, dalam paket kebijakan ekonomi terdahulu sudah diatur tentang penunjukan pejabat di kabupaten dan kota untuk membantu tugas pengawasan yang dibentuk Menko Perekonomian. Namun, belum semua kabupaten dan kota melaksanakannya. Boediono menambahkan, “Harapan kami kalau ada pejabat yang ditugaskan di setiap kabupaten, kami bisa berkomunikasi dengan baik.”  Pemerintah memastikan paket kebijakan ekonomi yang sudah digulirkan sejak tahun 2006 akan berubah wujud, terutama dalam bentuk legalitasnya.
Hal itu dimungkinkan karena paket kebijakan ekonomi tersebut tidak akan ditertibkan dalam bentuk inpres, tetapi produk hukum lain yang lebih kuat. Aspek yang tercakup antara lain adalah perbaikan iklim investasi, percepatan pembangunan infrastruktur, reformasi sektor keuangan, dan UMKM. Keberadaan rencana tindak dalam paket kebijakan akan memudahkan pengawasan oleh masyarakat. Kebijakan paket kebijakan ekonomi terdahulu diatur dalam Inpres Nomor 6 Tahun 2007 tentang Kebijakan Percepatan Pengembangan Sektor Riil dan Pemberdayaan UMKM (Kompas, 19 Desember 2008).


III.    PENUTUP
Kegiatan ekonomi manusia sebagai salah satu kegiatan sosial manusia juga perlu diatur dengan hukum agar sumber daya ekonomi, pemanfaatan dan kegiatannya dapat berjalan dengan baik dengan mempertimbangkan sisi keadilan bagi para pelaku ekonomi.
Hukum atau peraturan perekonomian yang berlaku di setiap kelompok sosial atau suatu bangsa berbeda-beda tergantung kesepakatan yang berlaku pada kelompok sosial atau bangsa tersebut. Sehingga aspek hukum harus dibuat berdasarkan tingkat kepentingan yang muncul pada suatu masyarakat di suatu wilayah, untuk itulah perlu dibuat aspek hukum yang sejalan dengan kebijakan otonomi daerah dalam kerangka pemerataan kesejahteraan nasional.
Pelaksanaan hukum ekonomi sendiri perlu terus diawasi sehingga tidak menimbulkan distorsi tetapi justru dapat meningkatkan perekonomian itu sendiri. Seperti contoh : Otonomi daerah yang bila dilaksanakan dengan baik dapat memberikan keleluasaan bagi pemerintah daerah untuk berinovasi bagi kesejahteraan daerahnya bukan untuk menonjolkan sisi kedaerahannya masing-masing.
Komitmen dan institusi pengawasan yang baik juga perlu dikembangkan agar penegakan hukum dapat berlaku baik bagi masyarakat maupun aparat hukum itu sendiri.


DAFTAR PUSTAKA
·        Koran Kompas,  Rabu, 19 Desember 2008
·        Koran Tempo, Senin, 22 Desember 2008
·        Lipsey, Richard G., Peter O. Steiner, Douglas D. Purvis and Paul N. Courant. Economics.  Binarupa Aksara, Jakarta.  1991.
·        Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2004-2009
·        Soedijana, F.X., Triyana Yohanes dan Untung Setyardi.  Ekonomi Pembangunan Indonesia (Tinjauan Aspek Hukum).  Universitas Atma Jaya, Yogyakarta. 2008
·        Soetandyo Wignosubroto, Bhenyamin Hoessein, Djoermansah Djohan, Robert A. Simanjuntak, Syarif Hidayat, B.N.  Marbun, Sadu Wasisitiono dan Sutoro Eko.  Pasang – Surut Otonomi Daerah. Institute for Local Development, Jakarta, 2005.